Sebelum
Mencicipi Kematian merupakan sebuah kisah yang diawali dengan
adegan perundungan. Budi merupkan anak tunggal yang dominan mendapatkan didikan
dari ibunya. Sering ditinggal bertugas oleh sang ayah yang berprofesi sebagai
polisi, Budi tumbuh menjadi anak yang berhati lembut dan tidak suka kekerasan.
Ibunya banyak memberikan ajaran moral
yang membuatnya menjadi anak yang patuh pada orangtua. Namun ajaran yang
ditanamkan ini menjadi boomerang saat ibunya sudah meninggal. Budi yang baik
hati dipandang lemah oleh teman-temannya. Lebih memilih pasrah setiap kali
diperlakukan kasar karena teringat ajaran ibunya bahwa perbuatan buruk akan
membawanya pada dosa. Sayangnya kondisi ini tidak sepadan dengan perlakuan
teman-temannya, Budi yang lemah sering di-bully
dan pulang dengan tubuh lebam.
Sementara ayahnya yang kini menjadi
satu-satunya keluarga, tanpa sepengetahuannya sedang menderita sakit perut yang
dulu merenggut nyawa ibunya. Tidak siap menghadapi kenyataan, menjadi masalah
besar bagi keluarga tersebut. Kisah ini sebenarnya lebih banyak mengangkat konflik
pribadi para tokohnya.
Gejala post power syndrom sang ayah yang diperankan oleh Indra Pacique
membuat emosinya tidak stabil. Kecemasannya semakin bertambah saat penyakit
perut mulai menyerang tubuhnya. Begitu juga dengan Budi yang diperankan oleh M.
Danias Rezky Abdillah tidak memiliki power
di depan teman-temannya menjadi masalah baru bagi keduanya. Keinginan ayahnya
untuk mengubah Budi menjadi lebih kuat dalam waktu singkat tidak berjalan mulus.
Ayah Budi mengajarkan pada anaknya untuk melawan temannya dengan kekerasan
pula.
Memang tidak ada yang salah, sebagai orangtua
untuk tidak membenarkan perbuatan memukul orang lain. Demikian juga dengan
terus bersikap lembut dan patuh pada orangtua sebagai tolak ukut agar anak bisa
disebut memiliki perangai baik. Dalam kehidupan sosial, ajaran ini akan membuat
anak selalu mengalah pula pada teman-temannya. Meskipun begitu, ketatnya
persaingan hidup di masa kini, kebiasaan mengalah pada orang lain memberikan
dampak yang kurang baik pula.
Psikolog Rosdiana Setyaningrum, M.Psi,
M.HPEd menuturkan, sifat mengalah bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi,
mengalah merupakan salah satu ajaran orangtua. Dengan mengalah, kebaikan hati
terhadap orang lain akan terasah sekaligus kemampuan menghindari masalah akan
terasah.
Kebiasaan mengalah akan menghilangkan
jiwa kompetitif anak. Anak menjadi tidak percaya diri dengan kemampuannya
sendiri. Sikap ini akan membuatnya tertinggal dibandingkan orang lain. Bahkan
si pengalah akan selalu mempersilakan orang lain untuk berjalan lebih dulu di
depan.
Sifat pengalah yang kurang efektif diajarkan
pada anak, membuat Rosdiana menyarankan pada orangtua melatih anak memiliki
kebaikan hati. Orangtua melatih anak untuk memiliki niat baik pada orang lain
serta memberikan bantuan pada mereka yang membutuhkan. Ajaran ini sebaiknya
diikuti dengan bagaimana mengukur kemampuan diri. Sehingga saat memberikan
bantuan, anak tidak memberatkan diri sendiri.
Anak yang tidak menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan apa yang diinginkan akan tumbuh menjadi anak yang positif,
baik secara pemikiran maupun perbuatan. Sebagai tambahan, anak diajarkan
berjuang untuk hidupnya. Latih anak untuk tidak mudah mendapatkan apa yang
dinginkan.
Ajarkan bahwa dia harus berusaha untuk
mendapatkan keinginannnya. Kemudian latih anak untuk bisa meyakinkan pada anda
bahwa apa yang diinginkan itu sesuai dengan kebutuhan dan masuk akal. Satu hal
lagi yang tidak kalah penting menurut Rosdiana, berpikir sebelum bertindak dan
meninmbang segala kemungkinan.
Gabungan dari ketiga sifat, kebaikan
hati, berusaha untuk mendapatkan keinginannya, dan berpikir sebelum bertindak
akan membuat anak tumbuh menjadi orang dewasa
yang mau berjuang untuk mendapatkan keinginannya dengan cara yang
positif. Anak pun tahu kapan harus mengalah. Bukan untuk menghindari masalah
atau mencari amannya saja, karena anak tahu bahwa orang lain lebih membutuhkan
dan anak bisa mendapatkannya dengan cara yang lain.
Pada dasarnya perundungan atau bullying merupakan bentuk perilaku
agresif yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang memiliki kekuatan
lebih besar daripada korban. Perilaku perundungan bisa berupa tindakan fisik
maupun verbal yang dilakukan secara berulang-ulang. Jika dibiarkan terlalu
lama, hal ini tentu akan mempengaruhi korban secara psikis maupun mental.
Perundungan terhadap anak ini bisa
terjadi pada siapa saja, berapa pun rentang usianya. Sebagai orangtua pasti
akan merasa kesal dan sedih kalau anaknya menjadi korban tindakan yang tidak
semestinya. Oleh sebab itu, orangtua perlu melakukan beberapa hal sebagai
bentuk perlindungan terhadap anak.
Begitu juga dengan karakter ayah dalam
film Sebelum Mencicipi Kematian. Si
ayah ingin menyiapkan mental anak untuk menghadapi perilaku tidak baik dari
teman-temannya. Kurangnya bonding terhadap anak membuatnya kesulitan menemukan
cara yang bijak untuk menanamkan sifat pemberani pada anak.
Sebelumnya memang sudah ada film dengan
tema sejenis, namun dalam Sebelum
Mencicipi Kematian penulis cerita menyuguhkan dengan cara yang berbeda.
Kreator lebih menekankan pada konflik pribadi masing-masing karakter. Tanpa
disadari konflik ini menyebabkan anak menjadi korban perundungan.
Kasus perundungan memang sudah sejak
lama menjadi perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Bahkan dalam
kurun waktu sembilan tahun, dari 2011 sampai tahun 2019, ada sebanyak 37.381
pengaduan kekerasan terhadap anak. Untuk perundungan baik di pendidikan maupun
sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat.
Menurut Jasra Putra, Komisioner KPAI Bidang
Hak Sipil dan Partisipasi Anak, fenomena kekerasan terjadi saat anak yang
terbiasa menyaksikan cara kekerasan sebagai penyelesaian masalah. Artinya anak
tidak diajarkan cara menyelesaikan masalah dengan dengan baik, namun memandang
kekerasan sebagai cara penyelesaian.
Akibat dari tindak kekerasan yang
dilakukan anak, tidak hanya berupa luka fisik tapi juga secara psikis. Luka
fisik bisa dicari obatnya, namun untuk luka batin tidak mudah dicari obatnya. Bahkan
tidak kelihatan. Jasra Putra juga menuturkan, setelah peristiwa terjadi, kita
dapat mengukur apa yang terjadi sebelumnya pada anak sehingga menjadi pelaku bullying.
Oleh karena itu, Jasra mengatakan bahwa
semangat Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam melihat anak-anak
yang melakukan kejahatan dalam hukum bukan sebagai subyek hukum, melainkan
pasti ada penyebab penyertanya.
Pasal 9 Undang Undang nomor 35 tahun
2014 tentang perlindungan anak dalam ayat (1a) menyatakan setiap anak berhak
mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan
kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta
didik, dan atau pihak lain.
Berdasarkan pasal diatas, perlindungan
anak terhadap perundungan tidak cukup hanya dilakukan oleh orangtua dan guru
konseling. Apalagi jika dibebankan juga dengan mengajar. Perlu adanya peran
psikolog yang memiliki metode yang baik dalam membaca kejiwaan anak dengan
metode menulis, menggambar, wawancara, dan pendekatan personal dalam
menggambarkan kejiwaan anak-anak. Hal ini akan membantu guru konseling sebagai
pihak sekolah maupun orangtua dalam menyelamatkan anak-anak dari perundungan.
Sebelum
Mencicipi Kematian dikemas dengan setting yang sangat apik. Keseluruhan cerita pun bisa digambarkan
dengan baik oleh karakter yang terbatas. Saat ini film yang berdurasi lima
belas menit ini masih bisa disaksikan di Genflix.